Skip to main content

Perubahan Hukum yang Melekat pada Orang yang Murtad

Orang Islam yang murtad tentunya akan mengalami perubahan, terutama perubahan setatus keagamaannya. Perubahan ini berdampak pada hukum keagamaan yang kelak akan melekat pada dirinya. 

Ketika dia sudah tidak lagi menjadi seorang muslim, maka kewajiba dan aturan peribadatan dalam agama Islam tidak melekat lagi atas dirinya. Dinukil dari kitab Muhktasar Fiqih Sunnah Jilid 2 karya Sayyid Sabiq di jelaskan bahwa ada tiga hukum yang diberlakukan kepada orang murtad. 

1. Hubungan Pernikahan

Pada kasus ini, seorang yang murtad akan otomatis bercerai dengan pasangannya, karena murtad merupakan salah satu penyebab perceraian dan masuk dalam kategori faskh. Jika orang murtad berotobat maka dia boleh menikah kembali asalkan dengan akad dan mahar yang baru (menikah dari awal).

Baca Juga: Kapan Seorang Muslim Dinyatakan Murtad

2. Hak Waris


Orang murtad tidak berhak mewariskan apa pun kepada kerabat atau saudaranya, karena orang yang murtad sudah tidak memiliki kaitan hukum dengan umat muslim sehingga semenjak dia keluar dari Islam, semenjak itu juga dia putus hubungan secara hukum waris. 

3. Tidak Bisa Menjadi Wali

Orang yang murtad sudah tidak layak untuk menjadi wali nikah bagi orang lain, termasuk pada pernikahan anak-anaknya kelak. Kalau dia tetap memaksakan, maka akad yang dilangsungkan dianggap batal. 

Demikian beberapa hukum yang melekat pada seseorang yang murtad dari agama Islam, ada pun untuk urusan harta, seorang yang murtad tetap boleh menggunakannya selayaknya orang kafir secara umum, dia dapat menggunakan hartanya sesukanya karena itu memang menjadi hak atas dirinya. [mrf]

Comments

Popular posts from this blog

Cara Membuka Pintu Rezeki Semakin Lebar

Ilustrasi Harta Kekayaan Impian Manusia Dalam menjalani kehidupan tentu kita memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu kebutuhan sendiri atau keluarga, kita sudah berusaha mencari rezeki dengan bekerja, baik itu bekerja di perusahaan atau membuka usaha sendiri seperti berjualan atau berdagang. Tapi kadang rasanya rezeki sangat sulit untuk didapatkan, istilahnya “sempit”, padahal kita sudah berusaha sekuat tenaga ber- ikhtiar (tulisan ini juga adalah ikhtiar saya agar mendapatkan rezeki) agar pintu rezeki kita terbuka lebar. Jangan-jangan selama ini kita salah atau tidak mengetahu cara yang baik dan benar dalam menjemput rezeki? Kita percaya jika sesuatu itu masing-masing memiliki “aturan mainnya”, oleh karena itu saya akan bocorkan sebuah rahasia yang berguna untuk para pejuang rezeki agar perjuangan kita tidak sia-sia dan sesuai aturan mainnya. Ada tujuh hal yang akan memutus garis kemiskinan kita, ketujuh hal ini adalah rule yang harus kita ikuti agar rezeki kita t...

Meninggalnya Ashraf Sinclair Memberi Pelajaran untuk Kita

Ashraf Sinclair Bersama Keluarga (dok. via Instagram @ashrafsinclair) Innalillahi Wa Innailaihi Raajiuun, Hari ini pukul 04.00 Wib seorang aktor Indonesia kebangsaan Malaysia Ashraf Sinclair berpulang ke pangkuan Allah SWT karena serangan jantung. Suami dari artis Bunga Citra Lestari ini meninggal pada usia 40 tahun, meninggalkan seorang anak bernama Noah Sinclair hasil pernikahannya dengan BCL pada 8 November 2008. Informasi yang beredar mengatakan bahwa penyebab meninggalnya Ashraf adalah serangan jantung yang mendadak. Tak ayal hal ini mengagetkan banyak orang, baik di Indonesia atau juga di Malaysia. Kematian yang mendadak sering menjadi momok yang menakutkan bagia manusia, seolah ini adalah kejadian yang langka. Kematian yang mendadak biasanya terjadi karena kecelakaan, baik itu kecelakaan karena berkendara, karena kerja atau karena hal sepele (seperti sedang swafoto di ketiggian [menara, gedung, gunung] kemudia terjatuh dan meninggal). Untuk kasus Ashraf ...

Menjadi Santri yang Nyantri

Beberapa santri sedang berjalan untuk mengaji  Seorang sahabat yang pernah mondok  bersama saya mengatakan kepada saya bahwa dia sangat menyesali keputusannya untuk keluar dari pesantren lantaran tergiur untuk menjadi “bebas” dan melanjutkan pendidikannya di sekolah umum.  Tapi ironisnya, beberapa sahabat saya yang berlatar belakang pendidikan umum justru mengatakan bahwa mereka merasa iri karena tidak pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren . Beberapa dari mereka menceritkan alasannya, entah itu karena faktor ekonomi (biaya mondok yang dirasa mahal), ada juga yang faktor keluarga (lingkungan keluarga yang jauh dari nuansa keislaman, entah apa istilahnya), dan berbagai alasan lainnya. Apapun perasaan mereka (baik yang menyesal karena keluar dari pesantren atau yang menyesal karena tidak sempat merasakan pendidikan pesantren) sejujurnya perasaan mereka itu lahir berkat pengaruh positif yang diberikan kalangan santri di tengah-tengah pergaulan mereka...