Skip to main content

Haji dan Pengorbanan

Sumber gambar: cncbindonesia.com

Ibadah haji adalah sebuah keharusan dalam beragama, sering dipandang sebagai ritual keagamaan yang mahal, sejatinya ibadah haji banyak mengandung makna yang positif baik secara esensi maupun fungsi.

Ibadah haji menumbuhkan rasa “kebersamaan” untuk melebur di tengah perbedaan suku bangsa dari berbagai macam belahan dunia, sehingga hilang ke-ego-an pada diri manusia, kita tundukan dan bunuh nafsu dasar pada diri  manusia.

Prof. Komarudin Hidayat dalam bukunya Wisdom of Life: Agar Hidup Penuh Makna mengatakan bahwa ibadah haji adalah agar kita menang (menundukan nafsu) dalam pergulatan hidup sehari-hari sehingga meraih makna dan prestasi hidup yang sejati.

Ketika manusia telah melebur maka hilang sudah perbedaan, status sosial tidak nampak, yang kaya dan miskin sama saja, yang hitam dan putih tidak berbeda, sebab ibadah haji membawa semangat persamaan dan esensinya adalah perlombaan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Karena sejatinya hanya takwa yang membedakan derajat manusia di mata Allah SWT.

Sebagaimana Hadist Nabi berbunyi:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk atau rupa kalian tidak pula kepada badan jasad kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim)

Semangat pengorbanan untuk “mematikan” ke-ego-an pada diri manusia, dengan melepaskan atribut keduniaan dengan harapan dapat fokus pada hal yang lebih esensi yaitu meningkatkan takwa sebagai salah satu inti dari ibadah haji. Sehingga hari raya Idul Adha dinamai juga dengan Hari Raya Qurban.

 

 


Comments

Popular posts from this blog

Cara Membuka Pintu Rezeki Semakin Lebar

Ilustrasi Harta Kekayaan Impian Manusia Dalam menjalani kehidupan tentu kita memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu kebutuhan sendiri atau keluarga, kita sudah berusaha mencari rezeki dengan bekerja, baik itu bekerja di perusahaan atau membuka usaha sendiri seperti berjualan atau berdagang. Tapi kadang rasanya rezeki sangat sulit untuk didapatkan, istilahnya “sempit”, padahal kita sudah berusaha sekuat tenaga ber- ikhtiar (tulisan ini juga adalah ikhtiar saya agar mendapatkan rezeki) agar pintu rezeki kita terbuka lebar. Jangan-jangan selama ini kita salah atau tidak mengetahu cara yang baik dan benar dalam menjemput rezeki? Kita percaya jika sesuatu itu masing-masing memiliki “aturan mainnya”, oleh karena itu saya akan bocorkan sebuah rahasia yang berguna untuk para pejuang rezeki agar perjuangan kita tidak sia-sia dan sesuai aturan mainnya. Ada tujuh hal yang akan memutus garis kemiskinan kita, ketujuh hal ini adalah rule yang harus kita ikuti agar rezeki kita t...

Meninggalnya Ashraf Sinclair Memberi Pelajaran untuk Kita

Ashraf Sinclair Bersama Keluarga (dok. via Instagram @ashrafsinclair) Innalillahi Wa Innailaihi Raajiuun, Hari ini pukul 04.00 Wib seorang aktor Indonesia kebangsaan Malaysia Ashraf Sinclair berpulang ke pangkuan Allah SWT karena serangan jantung. Suami dari artis Bunga Citra Lestari ini meninggal pada usia 40 tahun, meninggalkan seorang anak bernama Noah Sinclair hasil pernikahannya dengan BCL pada 8 November 2008. Informasi yang beredar mengatakan bahwa penyebab meninggalnya Ashraf adalah serangan jantung yang mendadak. Tak ayal hal ini mengagetkan banyak orang, baik di Indonesia atau juga di Malaysia. Kematian yang mendadak sering menjadi momok yang menakutkan bagia manusia, seolah ini adalah kejadian yang langka. Kematian yang mendadak biasanya terjadi karena kecelakaan, baik itu kecelakaan karena berkendara, karena kerja atau karena hal sepele (seperti sedang swafoto di ketiggian [menara, gedung, gunung] kemudia terjatuh dan meninggal). Untuk kasus Ashraf ...

Menjadi Santri yang Nyantri

Beberapa santri sedang berjalan untuk mengaji  Seorang sahabat yang pernah mondok  bersama saya mengatakan kepada saya bahwa dia sangat menyesali keputusannya untuk keluar dari pesantren lantaran tergiur untuk menjadi “bebas” dan melanjutkan pendidikannya di sekolah umum.  Tapi ironisnya, beberapa sahabat saya yang berlatar belakang pendidikan umum justru mengatakan bahwa mereka merasa iri karena tidak pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren . Beberapa dari mereka menceritkan alasannya, entah itu karena faktor ekonomi (biaya mondok yang dirasa mahal), ada juga yang faktor keluarga (lingkungan keluarga yang jauh dari nuansa keislaman, entah apa istilahnya), dan berbagai alasan lainnya. Apapun perasaan mereka (baik yang menyesal karena keluar dari pesantren atau yang menyesal karena tidak sempat merasakan pendidikan pesantren) sejujurnya perasaan mereka itu lahir berkat pengaruh positif yang diberikan kalangan santri di tengah-tengah pergaulan mereka...