Skip to main content

Hak Anak yang Harus Dipenuhi Orang Tua

Hak Anak yang Harus Dipenuhi Orangtua
Ilustrasi anak bersama Sang Ayah 

Ada kewajiban maka ada hak, begitu juga sebaliknya, karena kewajiban dan hak senantiasa beriringan. Seorang anak memiliki kewajiban untuk berbuat baik dan berbakti kepada orang tua dengan sepenuhnya. Hal ini sudah menjadi ketentuan yang baku, tapi apakah kita mengetahui jika anak kita memiliki hak atas kita? Jangan jangan selama ini kita sebagai orang tua hanya menuntut hak kita –dihormati, ditaati dan dibakti- tapi kita lupa jika anak juga punya hak yang harus kita penuhi.

Pada zaman Khalifah Umar bin Khatab ada seorang lelaki datang menghadap kepadanya untuk mengadukan anaknya yang durhaka. Mendengar pengaduan itu Umar segera menghadirkan anak tersebut, kemudian Umar memberitahukan kepadanya bahwa dia telah berbuat durhaka kepada ayahnya dan melupakan hak-hak ayahnya sebagai orang tua.

Sontak saja anak itu bertanya kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak juga memunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh ayahnya?

“Ya, tentu” jawab Umar.

“Apakah hak-hak anak itu, wahai Amirul Mukminin?” tanya sang anak.

Umar menjawab, “Memilihkan ibunya, memberikan nama yang baik, dan mengajarkan Al-Qur’an kepadanya.”

Sang anak tersenyum, lalu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku belum pernah melaksanakan satupun di antara semua hak itu. Ibuku adalah bangsa Ethiopia dari keturunan yang beragama Majusi atau istilah lainnya Zoroaster. Mereka menamai aku Ju’al (Hama kumbang kelapa), dan ayahku belum pernah mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an."

Kemudian Umar menoleh ke lelaki yang mengadu tadi dan berkatalah Umar,“Engkau datang kepadaku mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau sudah mendurhakainya sebelum dia mendurhakaimu. Engkau juga tidak berbuat baik kepadanya sebelum dia berbuat buruk kepadamu.” Tegas Umar.

Demikianlah kisah ini berakhir, seyogyanya dapat menjadi pelajaran untuk kita semua, menjadi pengingat agar senantiasa berlaku adil kepada siapapun, terutama kepada orang-orang terdekat di lingkungan kita.[mrf]


Bogor | mezafansuri | 2020

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Meninggalnya Ashraf Sinclair Memberi Pelajaran untuk Kita

Ashraf Sinclair Bersama Keluarga (dok. via Instagram @ashrafsinclair) Innalillahi Wa Innailaihi Raajiuun, Hari ini pukul 04.00 Wib seorang aktor Indonesia kebangsaan Malaysia Ashraf Sinclair berpulang ke pangkuan Allah SWT karena serangan jantung. Suami dari artis Bunga Citra Lestari ini meninggal pada usia 40 tahun, meninggalkan seorang anak bernama Noah Sinclair hasil pernikahannya dengan BCL pada 8 November 2008. Informasi yang beredar mengatakan bahwa penyebab meninggalnya Ashraf adalah serangan jantung yang mendadak. Tak ayal hal ini mengagetkan banyak orang, baik di Indonesia atau juga di Malaysia. Kematian yang mendadak sering menjadi momok yang menakutkan bagia manusia, seolah ini adalah kejadian yang langka. Kematian yang mendadak biasanya terjadi karena kecelakaan, baik itu kecelakaan karena berkendara, karena kerja atau karena hal sepele (seperti sedang swafoto di ketiggian [menara, gedung, gunung] kemudia terjatuh dan meninggal). Untuk kasus Ashraf

Haji dan Pengorbanan

Ibadah haji adalah sebuah keharusan dalam beragama, sering dipandang sebagai ritual keagamaan yang mahal, sejatinya ibadah haji banyak mengandung makna yang positif baik secara esensi maupun fungsi. Ibadah haji menumbuhkan rasa “kebersamaan” untuk melebur di tengah perbedaan suku bangsa dari berbagai macam belahan dunia, sehingga hilang ke-ego-an pada diri manusia, kita tundukan dan bunuh nafsu dasar pada diri   manusia. Prof. Komarudin Hidayat dalam bukunya Wisdom of Life: Agar Hidup Penuh Makna mengatakan bahwa ibadah haji adalah agar kita menang (menundukan nafsu) dalam pergulatan hidup sehari-hari sehingga meraih makna dan prestasi hidup yang sejati. Ketika manusia telah melebur maka hilang sudah perbedaan, status sosial tidak nampak, yang kaya dan miskin sama saja, yang hitam dan putih tidak berbeda, sebab ibadah haji membawa semangat persamaan dan esensinya adalah perlombaan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Karena sejatinya hanya takwa yang membedakan derajat man

Perubahan Hukum yang Melekat pada Orang yang Murtad

Orang Islam yang murtad tentunya akan mengalami perubahan, terutama perubahan setatus keagamaannya. Perubahan ini berdampak pada hukum keagamaan yang kelak akan melekat pada dirinya.  Ketika dia sudah tidak lagi menjadi seorang muslim, maka kewajiba dan aturan peribadatan dalam agama Islam tidak melekat lagi atas dirinya. Dinukil dari kitab Muhktasar Fiqih Sunnah Jilid 2 karya Sayyid Sabiq di jelaskan bahwa ada tiga hukum yang diberlakukan kepada orang murtad.  1. Hubungan Pernikahan Pada kasus ini, seorang yang murtad akan otomatis bercerai dengan pasangannya, karena murtad merupakan salah satu penyebab perceraian dan masuk dalam kategori faskh . Jika orang murtad berotobat maka dia boleh menikah kembali asalkan dengan akad dan mahar yang baru (menikah dari awal). Baca Juga: Kapan Seorang Muslim Dinyatakan Murtad 2. Hak Waris Orang murtad tidak berhak mewariskan apa pun kepada kerabat atau saudaranya, karena orang yang murtad sudah tidak memiliki kaitan huk