Skip to main content

Cara Tes Kualitas Sahabatmu yang Katanya Setia

menguji kesetiaan sahabat
Ilustrasi persahabatan (via pesona.co.id)

Memilih sahabat sudah dianjurkan Kanjeng Nabi Muhammad sejak berabad-abad tahun yang lalu, kualitas sahabat dapat mempengaruhi kualitas diri kita, seperti istilah arab yang kira-kira berbunyi,“Jika kamu bermain dengan tukang api maka kamu akan ikut berbau api, namun jika kamu bermain dengan tukang parfume maka kamu akan ikut berbau parfume.” Kurang lebih seperti itu.


Hakikatnya kita diperbolehkan untuk berteman dengan siapa saja, karena memang Allah sendiri yang membuat manusia saling berbeda dan beraneka ragam, tapi untuk urusan seorang sahabat, kita harus slektif, kenapa? Karena yang sudah saya katakan tadi, ini ada hubungannya dengan kualitas diri kita kedepannya.
Baca Juga: Dampak Buruk Kekenyangan
Dalam Islam, anjuran menilai seseorang itu adalah dengan melihat dengan siapa orang itu bergaul, karena dengan mengetahui kualitas pergaulannya maka akan diketahui juga kualitas dirinya. Maka dari itu peran seorang sahabat sangata penting bagi diri kita.

Untuk mengetahui apakah seseorang yang bergaul dengan kita layak dijadikan sahabat adalah dengan mengujinya, dengan harapan agar kita memperoleh keterangan yang kongkrit bukan mengada-ada apa lagi berperasangka buruk karena menduga-duga.

SufyanAts-Tsauri dalam kitab Ihya’ Ulummudin, 2/177, mengatakan, “Jika kamu ingin menjadikan seseorang sebagai sahabatmu, maka marahlah kepadanya. Kemudian ujilah dia dengan cara menyuruh orang untuk bertanya kepadanya tentang dirimu dan juga kejelekanmu. Jika dia berkata hal yang baik-baik dan menutupi kejelekanmu, maka bersahabatlah dengannya.

Mencari sahabat memang tidak mudah, namun memiliki satu orang sahabat yang baik itu lebih menguntungkan dari memiliki 100 teman yang jahil, maka dari itu mulailah slektif dalam memilih pergaulan, karena kita sadar hanya dengan pergaulan yang baik bersama dengan golongan yang baik juga kita bisa menjadi lebih baik. 

Keburukan dan kekurangan yang kita miliki harus dikurangi dengan senantiasa belajar, mengaji dan bersikap yang baik. Jika pergaulan kita di lingkungan yang baik insha Allah kita akan terbawa menjadi lebih baik.[mrf]

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Meninggalnya Ashraf Sinclair Memberi Pelajaran untuk Kita

Ashraf Sinclair Bersama Keluarga (dok. via Instagram @ashrafsinclair) Innalillahi Wa Innailaihi Raajiuun, Hari ini pukul 04.00 Wib seorang aktor Indonesia kebangsaan Malaysia Ashraf Sinclair berpulang ke pangkuan Allah SWT karena serangan jantung. Suami dari artis Bunga Citra Lestari ini meninggal pada usia 40 tahun, meninggalkan seorang anak bernama Noah Sinclair hasil pernikahannya dengan BCL pada 8 November 2008. Informasi yang beredar mengatakan bahwa penyebab meninggalnya Ashraf adalah serangan jantung yang mendadak. Tak ayal hal ini mengagetkan banyak orang, baik di Indonesia atau juga di Malaysia. Kematian yang mendadak sering menjadi momok yang menakutkan bagia manusia, seolah ini adalah kejadian yang langka. Kematian yang mendadak biasanya terjadi karena kecelakaan, baik itu kecelakaan karena berkendara, karena kerja atau karena hal sepele (seperti sedang swafoto di ketiggian [menara, gedung, gunung] kemudia terjatuh dan meninggal). Untuk kasus Ashraf

Haji dan Pengorbanan

Ibadah haji adalah sebuah keharusan dalam beragama, sering dipandang sebagai ritual keagamaan yang mahal, sejatinya ibadah haji banyak mengandung makna yang positif baik secara esensi maupun fungsi. Ibadah haji menumbuhkan rasa “kebersamaan” untuk melebur di tengah perbedaan suku bangsa dari berbagai macam belahan dunia, sehingga hilang ke-ego-an pada diri manusia, kita tundukan dan bunuh nafsu dasar pada diri   manusia. Prof. Komarudin Hidayat dalam bukunya Wisdom of Life: Agar Hidup Penuh Makna mengatakan bahwa ibadah haji adalah agar kita menang (menundukan nafsu) dalam pergulatan hidup sehari-hari sehingga meraih makna dan prestasi hidup yang sejati. Ketika manusia telah melebur maka hilang sudah perbedaan, status sosial tidak nampak, yang kaya dan miskin sama saja, yang hitam dan putih tidak berbeda, sebab ibadah haji membawa semangat persamaan dan esensinya adalah perlombaan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Karena sejatinya hanya takwa yang membedakan derajat man

Perubahan Hukum yang Melekat pada Orang yang Murtad

Orang Islam yang murtad tentunya akan mengalami perubahan, terutama perubahan setatus keagamaannya. Perubahan ini berdampak pada hukum keagamaan yang kelak akan melekat pada dirinya.  Ketika dia sudah tidak lagi menjadi seorang muslim, maka kewajiba dan aturan peribadatan dalam agama Islam tidak melekat lagi atas dirinya. Dinukil dari kitab Muhktasar Fiqih Sunnah Jilid 2 karya Sayyid Sabiq di jelaskan bahwa ada tiga hukum yang diberlakukan kepada orang murtad.  1. Hubungan Pernikahan Pada kasus ini, seorang yang murtad akan otomatis bercerai dengan pasangannya, karena murtad merupakan salah satu penyebab perceraian dan masuk dalam kategori faskh . Jika orang murtad berotobat maka dia boleh menikah kembali asalkan dengan akad dan mahar yang baru (menikah dari awal). Baca Juga: Kapan Seorang Muslim Dinyatakan Murtad 2. Hak Waris Orang murtad tidak berhak mewariskan apa pun kepada kerabat atau saudaranya, karena orang yang murtad sudah tidak memiliki kaitan huk